hari demi hari, orang tua ku membajak tanah kering, kuning dan punggung mereka menghadap ke langit. aku mempunyai seorang adik laki laki, tiga tahum lebih muda dari ku. suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang di mana gadis di sekeliling ku kelihatan membawa nya. aku mencuri lima puluh sen dari laci ayah ku. ayah segera manyadari nya. mereka membuat aku dan adik ku berlutut di bawah tembok dengan sebuah tongkat bambu di tangan nya. "siapa yang mencuri uang itu?" beliau bertanya.
aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. ayah tidak mendengar siapa pun mengaku jadi beliau mengatakan, "baik lah, kalau begitu, kalian berdua layak di pukul!". dia mengangkat tongkat itu tinggi tinggi lalu tiba tiba mencengkram tangan nya lalu berkata "ayah, aku yang melakukan nya!". tongkat panjang itu menghantam punggung adik ku bertubi tubi. ayaah begitu marah sehingga ia terus menerus mencambuk, sampai ia kehabisan nafas nya. lalu ia duduk di atas ranjang batu bata kami lalu memarahi "kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, lalu apa yang akan kamu lakukan di masa yang akan datang?! kamu layak di pukul sampai mati! kamu pencuri tidak tahu malu!"
malam itu, ibu dan aku memeluk adik ku dalam pelukan kami. tubuh nya penuh dengan luka, tapi ia tidak menetekan air mata setetes pun. di pertengahan malam itu saya mulai menangis meraung raung. adik ku menutup mulut ku dengan tangan kecil nya sambil berkata "tidak apa apa kaak :)"